Hutan mangrove Indonesia rusak parah
Seorang pemerhati lingkungan memeriksa tumpukan ranting dan dahan
pohon mangrove yang ditebangi, di kawasan hutan mangrove Mulyorejo,
Surabaya, Senin (23/5). Kondisi hutan mangrove di pantai timur
Surabaya yang seharusnya mempunyai ketebalan 250-380 meter dari pinggir
daratan ke arah laut, sebagian besar hanya 5-10 meter yang disebabkan
pengrusakan lingkungan termasuk pembalakan liar. (FOTO ANTARA/Eric
Ireng)
... pada 2006, Indonesia memiliki luasan hutan mangrove terbesar di
Asia Tenggara, 7,7 juta hektare. Namun tahun lalu, hutan mangrove di
Indonesia dalam keadaan baik hanya 3,6 juta hektar...
Jakarta (ANTARA News) - Tujuh hutan mangrove Indonesia menjadi
percontohan di ASEAN, meski hampir setengah dari total luas kawasan ini
dalam kondisi rusak. Tidak usah sulit mencari contohnya, karena pantai
utara Jakarta sudah habis diubah menjadi lokasi perumahan elit.
"Lebih dari separuh hutan mangrove kita rusak, sisanya baik dan sedang.
Meski demikian, 70 persen kerusakan itu di luar kawasan hutan dan hanya
28 persen terjadi di dalam kawasan hutan," kata Direktur Bina
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Ditjen BPDAS dan PS Kementerian Kehutanan,
Billy Indra, di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan hasil survei
kementerian itu pada 2006, Indonesia memiliki luasan hutan mangrove
terbesar di Asia Tenggara, yaitu sebesar 7,7 juta hektare. Namun ketika
kembali disurvei tahun lalu, hutan mangrove di Indonesia dalam keadaan
baik hanya 3,6 juta hektar, sisanya dalam keadaan rusak dan sedang.
Kerusakan hutan mangrove ini, katanya, diakibatkan konversi hutan
mangrove menjadi perkebunan, pertambakan, dan pembangunan ekonomis
(rumah, sawah) dan penebangan serta bencana alam.
Padahal,
menurut dia, nilai ekonomi yang dapat diperoleh dari pelestarian
mangrove per hektar cukup tinggi. Jika semuanya dirupiahkan, nilainya
mencapai angka Rp1,6 miliar per ha per tahun.
Untuk memperbaiki
mangrove yang rusak, kata Billy, tiap tahun dilakukan rehabilitasi
hutan mangrove seluas 10.000 hektare. Selain itu, dalam APBN juga
dianggarkan untuk membangun kebun bibit rakyat (KBR).
Di tahun
2011, dianggarkan membuat 10.000 unit KBR yang dapat menghasilkan 500
juta batang tanaman mangrove. "Pada 2010 hanya 8.000 unit KBR, sedangkan
di tahun depan akan dibangun 12.000 unit," katanya.
Menurut
Kepala Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I Denpasar, Sasmitohadi,
hutan mangrove tak sekedar memiliki fungsi ekologis. Saat mangrove
rusak, menurut dia, bisa dipastikan akan terjadi penurunan ekonomi
secara drastis.
"Jika mangrove hilang, pendapatan masyarakat
menurun. Jika mangrove kembali digalakkan tangkapan nelayan menjadi
tinggi," katanya.
Sasmitohadi mencontohkan, pendapatan kelompok
masyarakat Bedul yang berada di hutan mangrove Alas Purwo dari sektor
ekowisata berkisar Rp70 juta per bulan. Pada musim-musim tertentu,
penghasilan kelompok masyarakat ini bahkan dapat mencapai Rp100 juta per
bulan.
Aktivitas ekowisata di kawasan mangrove Alas Purwo
yang dikelola masyarakat, kata Sasmitohadi, adalah wisata di hutan
mangrove, atraksi berperahu, pemancingan di hutan mangrove, dan
pendidikan lingkungan.
Sementara, Kepala Sub Direktorat
Rehabilitasi Hutan Mengrove, Pantai, Rawa dan Gambut, Eko Warsito,
mengatakan pihaknya optimis hutan mangrove Indonesia akan mengalami
perbaikan.
Dia memperkirakan, dalam survei yang dilakukan lima
tahun sekali ini akan ada tambahan sebesar 200.000 hektare hutan
mangrove dalam kondisi baik.
Warsito menjelaskan yang masuk
dalam kategori tanaman mangrove adalah tanaman yang dapat tumbuh dalam
air yang bertekstur tanah lumpur.
Sementara, lanjut Warsito,
kriteria hutan mangrove yang baik adalah hutan tersebut ditumbuhi lebih
dari 1.000 batang mangrove per hektar. "Kalau hutan mangrove rusak,
berarti kawasan itu hanya ditumbuhi kurang dari 400 batang mangrove per
hektare."
Sementara dalam acara penandatanganan kerja sama antara Ditjen Bina
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDAS dan PS),
dan Japan International Cooperation Agency (JICA), tujuh kawasan hutan
mangrove akan dijadikan percontohan di lingkup ASEAN.
Ketujuh
kawasan hutan mangrove yang akan menerapkan mekanisme share learning itu
berlokasi di Surabaya, Lampung, Bali Barat, Alas Purwo (Banyuwangi),
Balik Papan, Tarakan, dan Jepara.
"Ketujuh area model itu
menjadi lokasi pembelajaran mangrove komunitas ASEAN dan internasional,"
kata Indra. Selain lokasi pembelajaran, ketujuh kawasan tersebut juga
menjadi tempat pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat lokal dari
hutan mangrove.
Berdasarkan survey yang dilakukan JICA, masing-masing area memunyai keunggulan komparatif yang berbeda-beda.
Chief Advisor JICA, Takahisa Kusano, mencontohkan mangrove Surabaya dan
Balikpapan, memiliki keunggulannya dalam sistem ekonomi pesisir
terpadu. Mangrovenya berfungsi rehabilitasi lahan bekas tambak,
pengurangan erosi, dan ekowisata.
Sementara itu, kawasan
mangrove Tarakan dan Alas Purwo yang merupakan bagian dari kawasan
konservasi Taman Nasional Alas Purwo yang memiliki keunggulan dari
atraksi wisata alam.
Kerja sama pengembangan mangrove antara
Indonesia dan Jepang melalui JICA, kata Indra, sudah terjalin sejak
1991. Kerja sama itu terbagi menjadi empat fase, yaitu fase pertama
(1991-1999) melalui rehabilitasi mangrove di Bali dan fase kedua
(2001-2006) melalui pembangunan pusat informasi mangrove di Bali.
Sementara fase ketiga (2007-2010) melalui survei dan pemilihan tujuh
area percontohan mangrove Indonesia di ASEAN dan fase keempat
(2011-2014) melalui penandatanganan kerjasama, dan proyek konservasi
mangrove pada tujuh project sites tersebut. (A027)
Editor: Ade Marboen
Sumber :
http://www.antaranews.com/berita/289632/hutan-mangrove-indonesia-rusak-parah
http://greenlove-ind.org/index.php/Berita/hutan-mangrove-indonesia-rusak-parah/Page-2.html